BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 29 Maret 2011

PUISI

Tersenyum

Hari ini aku akan tersenyum menatap masa depan
Sebagai bukti hari ini aku akan tersenyum pada orang yang kutemui
Aku akan tersenyum pada keluargaku
Aku akan tersenyum pada teman-teman sejawat
Aku akan tersenyum pada istri dan anakku
Aku akan tersenyum pada pekerjaanku…
Aku optimis akan masa depanku
Karena aku punya impian
Karena aku focus pada bidang dan tujuanku
Karena aku tekun dan sabar
Karena aku percaya Allah besertaku
Karena aku yakin rizkiku
Karena aku menerapkan hukum pertambahan
Yaitu hukum dimana aku harus bertindak untuk semakin mendekati impianku
Tiap hari aku berbuat untuk melangkah
Aku takkan gagal karena banyak yang bisa kujadikan contoh
Aku bangga akan diriku, bukan karena tidak pernah jatuh atau gagal
Tapi aku selalu bangkit dari kegagalan
Mari tersenyum bersama penuh optimisme
Songsong hari depan yang lebih baik

Nama           : Tidar Kusumaningrum
NPM           : 16110893
Kelas           : 1 KA 31
Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Dosen          : Helnawaty 

CERPEN

Dear Diary

Hei…ayo cepet ke lapangan!! Ntar keburu dipake ma Rakha loh, “ Rayu Thalita  kepada Tiara dan Mutia.
“ Yah, bener kan udah dipake main basket ma rakha.”
“Udah deh Tha, kita pergi aja yuk. Hari ini nggak latihan juga nggak apa-apa,” seru tiara sambil menepuk pundak Thalita.
“ Nggak bisa gitu dong, kita kan mau ada pertandingan antar sekolah,” sergah Thalita sambil menghampiri Rakha.
“Rakha kita boleh gabung main nggak, soalnya mau ada pertandingan antar sekolah.”
“ Ya udah gabung aja, kita main bareng-bareng,” jawab Rakha sambil mendrible bola.
“Thanks ya”
Setelah selesai main basket Thalita dan Rakha mulai akrab lagi,seperti waktu kecil. Dulu Thalita akrab sekali dengan Rakha, rumah mereka bersebelahan dank e-2 orang tua mereka bersahabat. Tapi kemudian Rakha pindah ke Pontianak, selama itu mereka sudah tidak pernah berkomunikasi lagi hingga Rakha pindah lagi ke Semarang dan mereka bertemu di kelas 3 SMA. Bel masuk pun berbunyi, kemudian mereka kembali ke kelas masing-masing.
“Selamat pagi Bu,” salam anak-anak kepada Bu Sisca wali kelas mereka.
“Selamat pagi anak-anak,Ibu mau memberi tahu kalau 3 bulan lagi kalian akan menghadapi UAN, maka dari itu kalian harus belajar giat!” nasihat Bu Sisca.
Mendengar itu Thalita kemudian melamun, ia maembayangkan kalau nanti lulus ia tidak bertemu Rakha setiap hari. Bel tanda pulang pun berbunyi, Thalita, Tiara, dan Mutia segera keluar kelas dan jalan- jalan ke Mall untuk menghilangkan kepenatan karena pelajaran tambahan.
“ Aku palang.” Seru Thalita setelah sampai dirumah.
“Sayang kamu mandi kalau udah makan malam ya sayang!” perintah mama.
“ Nggak ahh mah, tadi Thalita udah makan, Thalita mau mandi aja ya ma.”
Jalan-jalan tadi siang di Mal ternyata tidak dapat menghilangkan ingatannya tentang ucapan Bu Sisca tadi. Kemudian Thalita mengambil buku berwarna merah muda dan menulis sesuatu
Semarang, 28 Maret 2002
Dear Diary
Hari ini aku seneng banget dia mau main basket bareng lagi kaya dulu. Hari ini adalah hari terindahku.walaupun yang masih menyimpan prasaan ini hanya aku seseorang diri, tapi aku akan tetap menjaga prasaan ini hanya untuk dia.
Kring…..kring….. alarm Thalita berbunyi dan Thalita bergegas bangun kemudian mandi dan sarapan.
“Mah, Pah Thalita berangkat ke sekolah dulu yah,” salam Thalita sambil mencium pipi orang tuanya.
“ Pak nanti jangan telat jemputnya ya,soalnya nanti ada terapi,” pinta Thalita kepada sopirnya.
Tiba-tiba saja Rakha sudah berada didepan matanya dan dia bersama dengan seorang gadis yang tidak dikenalnya.
“ Pagi Thalita,” sapa Rakha lembut.
“ Pagi,” jawab Thalita dengan cuek, kemudian bergegas meninggalkan Rakha.
Sesampainya di kelas Thalita memikir-mikir siapa gadis yang bersama Rakha tadi, sampai-sampai Thalita lupa ada tugas yang belum diselesaikan. Bel  masuk berbunyi, tapi Thalita tetap saj memikirkan  gadis tadi.
“ Selamt pagi anak-anak,tugas yang kemarin Ibu berikan cepat kumpulkan!” ucap Bu Sisca.
Tiba-tiba Thalita sadar bahwa dirinya belum mengerjakan Tugas itu, dan akhirnya Thalita dihukum.
“ Thalita, lo kenapa sih belum ngrjain tugas, padahal kamu itu kan juara kelasnya, “ Tanya Tiara.
“ Tadi gue liat Rakha sama cewek cantik banget, gue penasaran cewek itu siapa?” jelas Thalita.
“Kenapa lo nggak Tanya langsung aja sama Rakha?”
“gue takut,” jawab Thalita lesu.
“ Ya udah nanti biar gue yang tanyain sama Rakha,” jawab Mutia.
“ Thanks ya Mut. Lo emang temen gue yang paling baik.”.


Sesampainya dirumah. . . .
Semarang, 29 Maret 2002.
Dear Diary
Hari ini aku sedih banget, orang yang sangat aku cintai kini telah pergi. Tuhan tidak adil, aku yang sudah dari kecil suka padanya tapi kau kirimkan seorang wanita untuk menjadi kekasihnya. Apa kau tak tahu bahwa aku ini akan pergi, kenapa kau tidak memberikan kebahagiaan untukku. Kenapa kau tidak memberikan dirinya untukku. Bagaimana hari-hari esok tanpa dirinya.
Thalita kemudian meneteskan air mata, karena tak sanggup membayangkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan dialami dirinya dan Rakha. Lama-kelamaan air mata menetes di kedua pipi Thalita semakin deras.
***
Keesokan harinya disekolah mata Thalita sembab karena semalaman ia menagis. Tapi tiba-tiba…..
“Hai non pagi-pagi kok udah ngelamun, ngelamunin apaan sih?” Tanya Rakha sambil tiba-tiba duduk disamping Thalita.
“ Nggak aku nggak apa-apa. Udah sana kamu masuk kelas udah bel tau,” jawab Thalita dengan nada mengusir.
“ Jadi gini kalau teman kecil kamu nanya?” Ledek Rakha.
“ Cepet sana ke kelas!”
Setelah Rakha pergi. Thalita membuat komitmen untuk dirinya sendiri bahwa dia akan belajar giat dan melupakan Rakha untuk selamanya untuk menempuh ujain akhir.
***
Tiga bulan sudah berlalu sejak Thalita membuat komitmen. Ternyata  komitmen yang telah dibuatnya dapat dilaksanakan dengan baik sehingga dia dapat peringkat 1 pada kelulusannya tahun ini. Setelah berpikir lama, Thalita memutuskan akan sekolah di Palembang dan tinggal bersama tantenya.
Tak diduga Tiara, Mutia, dan Rakha satu Universitas.
“ Mutia lo tau nggak sekarang Thalita sekolah dimana?” Tanya Rakha penasaran.
“ Sorry ya Rakha, sayangnya aku dan Mutia nggak tau sekarang Thalita sekolah dimana. Kami udah coba kerumahnya tapi orang tuanya lagi dinas ke luar negeri, dan pembantunya nggak tau pasti Thalita sekolah dimana.” Jawab Mutia serius.
“ Tapi kata pembantunya sih Thalita study ke luar kota.” Tambah Tiara.
“ Ya udah, nanti kalau ada kabar tentang Thalita aku beri tau ya,” pinta Rakha dan kemudian berjalan meninggalkan Mutia dan Tiara.
***
Enam tahun sudah berlalu sejak kepergian Thalita ke Palembang. Dan akhirnya Thalita sudah menyelesaikan study-nya dan kembali lagi ke Semarang.Thalita kemudian membuka lagi diary-nya yang ia tinggalkan di Semarang, supaya tidak menjadi beban.
Semarang, 30 Januari 2008
Dear Diary
Hari ini adalah hari pertamaku kembali lagi di Semarang. Aku ingin minta maaf karena kamu aku tinggal di Semarang. Disana cukup menyenagkan, tetapi tetap saja ada yang kurang yaitu dia. Entah bagaimana keadaan dia sekarang aku sudah tidak tau. Ngomong-ngomong soal penyakitku, walaupun aku sudah dioperasi sampai 4 kali, tapi mengapa tetap saja tidak sembuh. Sebelum aku meninggal aku ingin sekali melihatnya dan aku ingin memegang tangannya hingga aku pergi. Aku memang sudah tau kalau aku pasti akan meninggal cepat karena penyakitku, tapi. . .
Tiba-tiba tangan Thalita susah digerakkan, darah keluar dari mulutnya dan kemudian Thalita pingsan. Dengan segera Thalita dibawa ke rumah sakit oleh kedua orang tuanya.
“Dok,bagaimana keadaan Thalita sekarang?” Tanya mama Thalita sambil menangis terisak-isak.
“ Kondisi Thalita sudah sangat parah. Kita sekarang hanya bisa berdoa dan berserah kepada yang di atas,” jawab Dokter.
“ Kenapa begitu Dok, akhir-akhir ini Thalita sudah mengalami kemajuan,” sergah papa Thalita.
“ Mungkin dia hanya berusaha tegar dan kuat, supaya Bapak dan Ibu tidak mengkhawatirkan kondisi tubuhnya secara intensif.”
“Ma ada nggak pesan Thalita, mungkin aja itu bisa membuat Thalita sadar?” Tanya papa kepada mamanya Thalita.
“ Ada Pa, ini adalah buku diary-nya Thalita. Dulu mama sering ngliat Thalita menuliskan sesuatu disini,” jawab mama sambil terbata-bata.
“Mama tau siapa yang dituliskan Thalita?”
“Mama kurang tau, mungkin kita bisa Tanya Mutia dan Tiara,” usul Mama.
Sesampainya dirumah Tiara, Mama langsung bertanya panjang lebar kepada Tiara, sehingga membuat Tiara menjadi bingung. Setelah Tiara menceritakan semuanya, kemudian orang tua Thalita langsung menuju ke rumah Rakha.
Sesampainya di rumah Rakha.
“ Permisi Rakhanya ada?” Tanya Papa Thalita.
“Den Rakha ada, silahkan duduk Pak, Bu.”       
“Den Rakha ada tamu.”
“ Ya, bik sebentar. Tolong buatin minum dulu ya bik!”
“ Om, Tante ada apa kesini? Thalita manaOm, Tante,” Tanya rakha sambil menjabat tangan kedua orang tua thalita.
“ Itu dia maksud kedatangan kami kesini untuk mengajak kamu bertemu Thalita. Sekarang dia sedang kritis, dia ingin sekali melihat kamu.
“ Thalita kritis????? Nggak. . . nggak. . . . mungkin Thalita itu kan orangnya tegar dan kuat.” Jawab Rakha cemas.
Sesampainya dirumah sakit, Rakha langsung menemui Thalita dan bercerita kepada Thalita.
“ Thalita buka matanya dong ini aku Rakha.sekarang aku tambah cakep loh.”
Rakha ini diary Thalita,mungkin kamu memang harus tau yang sebenarnya,” Kata mama.
Perlahan-lahan diary itu dibuka dan lembar demi lembar telah dibacanya, terungkaplah sudah rahasi besar Thalita.
“Thalita sebenarnya dulu aku sangat suka sama kamu, tetapi aku piker-pikir kamu cantik, pintar dan popular disekolah sehingga aku merasa tidak pantas untuk kamu. Makanya prasaan ini aku pendan sedalam-dalamnya, dan akhirnya aku putuskan untuk menjalani hidupku dengan Intan.Tetapi kamu tidak usah khawatir, meskipun begitu prasaan aku tetap untuk kamu.Kamu cepat sembuh yah agar kita bisa menjadi sahabat sejati yang selalu ada saat duka maupun suka,” Ucap Rakha sambil memegang tangan Thalita erat-erat.
Tiba-tiba Rakha meneteskan air mata dan saat itu pula Thalita menghembuskan nafas terakhirnya.
Dan akhirnya usai sudah perjuangan cinta masa kecil Thalita. Suasana dalam pemakaman Thalita pun berjalan dengan khusuk dan banyak teman-temannya yang dating memberi salam perpisahan.

-Selesai-

Nama                    : Tidar Kusumaningrum
NPM                     : 16110893
Kelas                    : 1 KA 31
Mata Kuliah           : Ilmu Budaya Dasar
Dosen                   : Helnawaty

CERPEN

Blind Date
( Kencan Buta )


Aku adalah gadis sederhana,manja,lucu.dan lumayan pintar,serta yang selalu dicari – cari oleh teman – temanku disetiap harinya. Aku yang dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1992 mempunyai sifat dan kelakuan yang baik, sehingga aku dapat diterima diantara teman – teman sepergaulanku. Ini kata sebagian teman – temanku.
            Anggi, teman sebangkuku yang selalu ada membantu dan menemaniku kemana pun aku pergi. Suatu ketika, saat aku sedang bermain dirumah anggi. Anggi bertanya kepadaku, “ Sya, kamu mau nggak aku kenalin sama Nandy temanku,“ Begitu kata anggi saat itu.
            “Oh,boleh,” sahutku pasrah.
            “Oke, kalau begitu, gimana kalau kita ketemuan Minggu pagi di rumahku sambil belajar bareng?” tanya Anggi,sambil menaikkan alisnya sebelah dan tersenyum.
            “Sipp!” sahutku, sambil mengacungkan jempolku tanda setuju.
            Yeah, another blind date…….!!!!  Aku membatin dalam hati. Kalau blind date kali ini nanti jadi,berarti sudah keenam kalinya aku menjalani Blind date alias kencan buta, kencan dengan seseorang yang belum pernah dikenalnya, dan baru bertemu untuk pertama kalinya dalam acara ng-blind date itu.
            Hampir semua teman – temanku pernah menjadi mak comblang blind date-ku, mulai dari Indri, Dani, Marta, dan Anandya. Mereka memperkenalkanku dengan cowok yang beragam, ada yang keturunan Sunda, Jawa, Padang, Palembang, Tionghoa, bahkan India!!
            Blind date-ku yang kelima agak berbeda, kali ini aku nge-blide date tanpa bantuan mak comblang dengan Putra, cowok blesteran Indo-Jerman bermata biru, yang dikenalnya gara-gara chatting, Putra yang anak klub motor di Kemang itu, akhirnya ngajak aku ng-date.
            Yang bikin aku sedih dan heran, nggak ada satupun cowok blind date-ku yang ngajakin aku “jadian“. Aku mengira – ngira sendiri apa kira-kira yang jadi penyebabnya. Aku yakin alasannya bukan karena aku terlalu picky (pilih-pilih), tapi kayanya nggak juga deh. Cowok-cowok itu aja yang nggak begitu tertarik denganku.
            Buktinya, Mereka jarang menelponku setelah acara nge-blind date itu. Kalaupun ada, paling Cuma tahan dua minggu, dan setelah itu………googbye!! Karena itu aku nggak begitu antusias lagi dengan urusan blind date. Soalnya aku sudah agak sering melakukannya, dan aku sudah tau “ending-nya”. huh…….    
            Makanya ketika Anggi mengajakku nge-blind date dengan temannya yang bernama Nandy itu, aku pasrah saja. Soalnya aku nggak enak juga nolak tawaran  Anggi, sahabatku, yang sudah berkali-kali mengajakku untuk berkenalan dengan Nandy, tapi selama selalu ini aku tolak.
            Aku menghela napas. Ya, aku memang tidak punya alasan untuk menolak tawaran Anggi lagi. Lagipula aku belum punya pacar. Dan siapa tahu blind date kali ini berbeda dibanding sebelumnya. Siapa tahu juga Nandi memenuhi kriteria cowok idamanku, yang sehat, baik, manis, sopan, dan pintar.
            Lagipula sebentar lagi aku Ulang tahun.Hmm….. Alangkah senangnya kalau Ulang tahunku kali ini aku sudah punya cowok.Mmm….pasti seru……ada candle light dinner. Boneka. Dan hadiah istimewa darinya……Plak!! Aku menepuk pipiku sendiri, untuk membuyarkan lamunanku.
            Minggu pagi pun telah tiba, aku dan Anggi menunggu Nandy dirumahnya, tempat biasa kami berkumpul.Akhirnya beberapa jam kemudian usai kami belajar, Nandy tiba juga.
            “Hai, Anggi” Sapanya kepada temannya itu
            “Hai, kamu sudah datang ! Kenalin ini temanku Raisya,” sahut Anggi, sambil memperkenalkanku kepada Nandy.
            Kami bertiga berbincang-bincang denagn pembicaraan-pembicaraan yang menurut kami seru dan begitu menyenangkan untuk dibahas. Dan tanpa disadari hari sudah semakin sore,aku dan Nandy pun segera meninggalkan rumah anggi dan menuju rumah masing-masing. Kebetulan rumahku dengan rumah Nandi searah.
            Aku tidak habis mengerti. Barusan malam ini, setelah acara ng-blind date-ku usai, Nandy bahkan tidak meminta nomor telepon handphone-ku. Itu artinya, Nandy sama sekali tidak tertarik dengan diriku. Blind date keenam kalinya menurutku jauh lebih buruk dibanding blind date-blind date sebelumya.
            Aku merebahkan diriku ke tempat tidur. Pandanganku menerawang ke langit-langit kamarku yang berlukisan dua cupid (mak comblang),yang terbang diantara bintang-bintang.
            “Cupid, apa yang salah denganku?kenapa aku belum juga punya pacar?padahal teman-temanku yang lain sudah mempunyainya!” aku membatin dalam hati dengan perasaan sedih.
            Tanpa sadar, air mataku mengalir dari pelipisku. Aku segera bangkit menuju meja rias mangambil tisu dan segera menghapus air mataku.”Lihat, aku menarik! Tapi kenapa aku belum juga punya pacar?” kali ini pertanyaanku tidak lagi kepada cupid, tapi kepada bayanganku sendiri di cermin.
            Krrrriiiiinnnggggg!!!!!!!
            Aku terkejut kaget.”Ah, siapa yang menelponku malam-malam begini.huh…nomor tidak dikenal!”Sahutku dalm hati. Begitu nomor yang tampak pada layer handphone-ku. Tapi perasaan penasaran memaksaku menerima telepon itu.
            “Halo?” sapaku, hati-hati.
            “Hai, Raisya. Ini Nandy.” Kata suara diseberang sana.
            “Oh…” aku merasa mulutku seperti membisu.
            “Maaf, kalau aku menelponmu malam-malam begini,” Kata Nandy. “Tapi aku pengen banget ngelanjutin obrolan seru kita tadi. Begitu sampai rumah, aku baru sadar kalau aku belum mencatat nomor handphone-mu. Akhirnya aku tanya Anggi, Now I feel stupid.”
            “Hei,nggak apa-apa kok,” sahutku buru-buru.
            Raisya nggak nyangka kalau Nandy ternyata tertarik dengan ceritanya soal keinginannya untuk wild adventure ke Mesir, untuk melihat piramida, spinx, dan sungai Nil. Ternyata Nandy juga mempunyai keinginan yang sama. Tanpa terasa sudah tiga jam lebih Raisya ngobrol dengan Nandy.
            “Wah, sudah tengah malam, you must sleep now,” kata Nandy.  
            “Oh, yeah, you too,” sahut Raisya.
            “Tapi tunggu! Saya punya satu permintaan buat kamu. Raisya, would you be my girl?” Tanya Nandy.
            Deg!! Raisya benar-benar terkejut dan hampir nggak pecaya dengan ucapan Nandy barusan. Senyumnya langsung mengembang. Dipandanginya dua cupid di langit-langit kamarnya.
            “Yes, Nandy I would.”

-Selesai -


Nama          : Tidar Kusumaningrum
NPM           : 16110893
Kelas           : 1 KA 31
Mata kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Dosen          : Helnawaty